Cari Blog Ini

Jumat, 29 April 2011

Mutakzilah

BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini berbagai pemikiran dan pendapat ketauhidtan sangatlah sulit dipahami oleh masarakat pada umumnya. Pemikiran-pemikiran berbagai aliran atau golongan membuat masarakat bingung terhadap keyakinan yang telah dianutnya. Untuk membantu memahami pendapat-pendapat tersebut diperlukan sebuah artikel yang dapat membantu untuk memperoleh pemahaman. Berbagai aliran atau golomgan sangatlah banyak di muka bumi ini. Tetapi ada suatu  ajaran atau golongan yang selalu mengedepankan akal (filosofis). Dalam ilmu kalam sering disebut aliran Muktazilah.
Namun perlu diketahui, bahwa aliran tersebut bukan satu-satunya aliran yang perlu diyakini kebenaranya,maka peganglah keyakinan yang telah kalian yakini. Dan brerfikirlah bahwa Allah SWT Yang Maha Benar dan Maha Memdenarkan.
 
BAB  II
PEMBAHASAN

A.    Asal-Usul Kemunculan Kaum Muktazilah
Secara istilah kata Muktazilah berasal dari I’tazala yang berarti “berpisah” atau “memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri.
Muktailah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis. Dalam pembahasanya, mereka banyak memakai akal sehinga mereka mendapat nama kaum rasional islam .
Istilah Muktazilah muncul pada dua golongan.
Golongan pertama, Muktazilah muncul sebagai respon politk kemudian tumbuh sebagai kaum netral politik. Dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Tholib dan lawan-lawannya, terutama muawiyah, Asy’ariah dan Abdullah bin Zubair.Golongan ini yang mula disebut kaum Muktazilah.
Golongan kedua,Muktazilah muncul sebagai respon persoalan teologi yang berkembang dikalangan Khowarij  dan murjiah akibat adanya peristiwa takhim.Golongan ini muncul karena mereka perbedan pendapat dengan golongan Khowarij dan Murjiah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar.
Muktazilah didirikan oleh Wasil bin ata pada tahun 100 H/ 718 M. Menurut al-Baghdadi, wasil dan teman-temannya ‘Amr Ibn ‘Ubaid Ibn Bab, Hasan al-Basyri diusir dari majlisnya karena ada pertikaian antara mereka mengenai persoalan qodar dan orang berdosa besar. Dan mereka disebut Muktazilah karena memisahkan diri.
Mereka disebut kaum Muktazilah karena mereka berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar bukan mukmin dan bukan kafir, tetapi mengambil posisi diantara dua posisi itu (al-manzilah bain al-manzilatain). Menurut versi ini mereka disebut Muktazilah karena mereka membuat orang yang melakukan dosa besar jauh dari golongan mukmin dan kafir. Teori lain, yang di ungkapkan oleh Ahmad Amin, menerangkan bahwa nama Muktazilah sudah terdapat sebelum adanya peristiwa Wasil dan Hasan al-Basri dan sebelum timbulnya pendapat tentang posisi diantara dua posisi. Nama Muktazilah diberikan kepada golongan orang yang tidak mau berinterfensi dalam pertikaian politik yang terjadi pada yaman Usman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib. Dengan demikian kata I’tazala dan Muktazilah telah dipakai kira-kira seratus tahun sebelum peristiwa Wasil dan Hasan al-Basri,yang mengandung arti golongan yang tidak mau ikut campur pada pertikaian politik yang terjadi pada zamanya.
Golongan muktazilah dikenal juga dengan nama-nama lain seperti al-Adl yang berarti golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan dan ahl al-tauhid wa al-adl yang berarti golongan yang mempertahankan keesaan murni dan keadilan Tuhan. Lawan Muktazilah memberi nama golongan ini dengan Al-Qodariah karena mereka menganut faham free will and free act, yakni bahwa manusia itu bebas berkehendak dan bebas berbuat.
Selain itu, mereka menamai juga Al-Muattilah karena golongan Muktazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, dalam arti sifat mempunyai wujud di luar dzat Tuhan. Mereka juga menamai dengan wa’diah, karena mereka berpendapat bahwa ancaman Tuhan itu pasti akan menimpa orang-orang yang tidak taat akan hukum-hukum Tuhan.
Pada awalnya aliran ini tidak mendapat simpati umat islam, khususnya di masyarakat awam karena mereka sulit mmahami ajaran-ajarannya yang bersifat rasional dan filosofis itu. Kelompok ini mendapat dukungan yang luas pada masa kholifah al Ma’mun penguasa Abbasiyah (198-218 H/ 813-833). Dalam fase kejayaanya itu, Muktazilah sebagai golongan yang mendapat dukungan penguasa memaksakan ajarannya kepada kelompok lain. Pemaksaan ini dikenal dengan peristiwa mihnah. Menurut al-Ma’mun, orang yang mempunyai keyakinan bahwa al-Qur’an adalah qodim tidak dapat dipakai untuk menempati posisi penting dalam pemerintah terutama dalam jabatan kadi. Sejarah mencatat banyak tokoh dan pejabat pemerintah yang disiksa, diantaranya Imam Hambali. Peristiwa ini menggoncangkan umat islam dan baru berahir setelah al-Mutawakkil (232-247 H/ 847-861 M). Di masa ini dominasi aliran Muktazilah menurun dan menggantinya dengan aliran asy’ariah. Dalam perjalanan selanutnya kaum Muktazilah muncul kembali di zaman berkuasanya Dinasti.

B.      Tokoh-Tokoh Aliran Muktazilah
1.      Wasil Bin Ata (80 H/ 699 M-131 H/ 748 M)
2.      Amr Bin Ubaid (W.145 H)
3.      Abu Huzail Al-Alaf (135-235 H)
4.      An-Nazzam (185-231 H)
5.      Al-Jahir Abu Usman Bin Bahar (W.869 H)
6.      Al-Jubai (W.303 H)
7.      Mu’amar Bin Abbad Bisyr Al-Mu’tamir (W.210 H)
8.      Abu Musa Al-Murdar (W.226 H)
9.      Sumamah Bin Asyrar (W.213 H)
10.  Ahmad Bin Abi Du’ad (240 H)
11.  Hisyam Bin Amir Al-Fuati Dan Abu Al-Husain Al-Khayyat (W.200 H)
C.    Lima Doktrin Kaum Muktazilah
Kelima ajaran muktazilah sering disebut juga Al-Ushul Al-Khomsah . Lima doktrin Muktazilah yaitu:
12.  At-Tauhid; persoalan Tuhan
13.  Al-Adl; keadilan Tuhan
14.  Al-Waad wa al-wa’id; janji dan ancaman Tuhan
15.  Al-Manzilah bain al-manzilatain; posisi di antara posisi
16.  Al-Amr bi al-ma’ruf wa al-nahy an munkar
1.      At-Tauhid
At-Tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari doktrin Muktazilah.Bagi Muktazilah tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti keesaan-Nya. Tuhan satu-satunya yang Esa, yang tidak ada satu pun yang menyerupai-Nya. Oleh karena itu Dia-lah yang qodim. Untuk memurnikan keesaan Tuhan (tanzih), Muktazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, pengembangan fisik Tuhan (antromorfisme tajassum), dan tuhan dapat dilihat dengan mata kepala manusia.
Muktazilah berpendapat bahwa Tuhan itu Esa, tidak ada satu pun yng memyerupai-Nya. Dia Maha Melihat, Mendengar, Kuasa, dan sebagainya. Namun semua itu bukan sifat melainkan dzat-Nya. Menurut mereka sifat adalah suatu yang melekat. Bila sifat Tuhan Qodim, berarti ada dua yang qodim, yaitu dzat dan sifst-Nya. Menurut Asy-Syahratani Wasil bin Ata’ mengatakan, “Siapa yang mengatakan sifat yang qodim berarti telah menduakan Tuhan, dan merupakan perbuatan syirik. Sifat menurut Muktazilah adalah Dzat Tuhan itu sendiri. Muktazilah berpendapat bahwa Al-Qur’an itu baru (diciptakan). Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT; Al-Qur’an terdiri atas rangkaian kata, huruf, bahasa dan sebagainya. Doktrin tauhid Muktazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa tidak ada satu pun yang dapat menyamai Tuhan. Begitu pula sebaliknya. Tuhan tidak serupa dengan makhluk-Nya. Tuhan adalah immateri. Mahasuci Tuhan dari penyerupaan dengan yang diciptakan-Nya. Muktazilah juga menolak antromorfisme
Penolakan Muktazilah  terhadap pendapat bahwa Tuhan dapat dilihat oleh mata kepala merupakan konsekuasi logis dari penolakanya terhadap antromorfisme. Tuhan adalah immateri, tidak tersusun dari unsur, tidak terikat oleh ruang dan waktu dan tidak berbentuk. Adapun yang dapat dilihat hanyalah yang berbentuk dan memiliki ruang. Andaikata Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala di ahirat, tentu di dunia pun dia dapat dilihat oleh mata kepala. Oleh karena itu kata melihat (Q.S.Al-Qiamah[75]:22-23) di takwilkan dengan mengetahui. (know).

2.      Al-Adl
Al-adl berarti Tuhan Mahaadil. Adil merupakan sifat yang menunjukkan kesempurnaan. Karena Tuhan Mahasempurna, Dia sudah pasti adil. Tuhan benar-benar adil dipandang manusia, karena alam semesta ini sesunguhnya diciptakan untuk kepentingan manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak baik dan terbaik,dan bukan yang tidak baik. Begitu pula Tuhan itu adil bila tidak melanggar janji-janji-Nya. Dengan demikian tuhan terikat dengan janji-janji-Nya.
Keadilan terkait erat terhadap beberapa hal, diantaranya,

a.      Perbuatan Manusia
Manusia menurut Muktazilah, melakukan dan mencptakan perbuatannya sendiri, lepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan. Manusia bebas menentukan pilihan perbuatannya (baik atau buruk). Tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik dan yang dilarang-Nya. Konsep ini memiliki konsekuensi logis dengan keadilan tuhan,yaitu, apapun yang akan diterima manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya  di dunia. Kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan keburukan akan dibalas dengan keburukan.
b.      Berbuat Baik Dan Terbaik
Dalam istilah Arabnya, berbuat baik dan terbaik disebut ash-shalah wa al-ashlah. Maksudnya adalah kwajiban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik bagi manusia. Tuhan tidak mungkin berbuat jahat dan aniaya, karena itu tidak layak bagi Tuhan. Jika Tuhan berlaku jahat kepada seseorang dan berbuat baik kepada orang lain berarti Ia tidak adil.
c.       Mengutus Rasul
Tuhan memiliki kewajiban mengutus rasul kepada manusia karena berbagai alasan dibawah ini.
1.                 Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia dan hal itu tidak akan terwujud, kecuali dengan mengutus rasul kepada mereka.
2.                 Al-Qur’an secara tegas menyatakan kwajiban tuhan untuk memberikan belas kasih kepada manusia (Q.S. Asy-Syu’ara[26];29). Cara yang baik untuk maksud tersebut adalah dengan mengutus rasul.
3.                 Tujuan diciptakannya manusia adalah utuk beribasah kepada-Nya. Agar tujuan tesebut berhasil, maka diutuslah rasul. 

3.      Al-Wa’d wa al-Wa’id
Al-Wa’d wa al-Wa’id bearti janji dan ancaman. Tuhan tidak akan melanggar janji-janji-Nya. Perbuatan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janji-janji-Nya sendiri. Tuhan akan memberi pahala surga kepada orang yang berbuat baik dan akan mamberi siksa neraka atas orang yang durhaka. Tidak ada harapan bagi pendurhaka, kecuali ia bertaubat.
4.      Al-Manzilah bain al-manzilatain
Ajaran ini yang mula-mula menyebabkan lahirnya madzab Muktazilah. Ajaran ini terkenal dengan setatus orang mukmin yang melakukan dosa besar. Muktazilah berpendapat bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar dan belum bertaubat sudah tidak biasa dikatakan mukmin lagi,dan juga tidak bias pula dikatakan kafir karena ia masih percaya kepada Tuhan dan rasul-Nya. Hanya saja kalau meninggal sebelum bertaubat ia dimasukan ke neraka dan kekal di dalamnya. Orang mukmin masuk surga dan orang kafir masuk neraka. Orang fasik pun di masukkan ke neraka, hanya saja siksanya lebih ringan daripada orang kafir.
5.      Al-Amr Bi Al-Ma’ruf Wa An-Nahy An Munkar
Setiap manusia memiliki kewajiban untuk menegakkan yang ma’ruf (perbuatan baik) dan melarang yang munkar (melarang kejahatan) sebagai konsekuensi dari keberadaan manusia yang telah diberikan Allah.
Arti asal al-ma’ruf adalah apa yang telah diakui dan ditrima oleh masyarakat karena mengandung kebaikan dan kebenaran. Lebih spesifik lagi al-ma’ruf adalah apa yang diterima dan diakui Allah. Sedangkan al-munkar adalah sebaliknya, yaitu sesuatu yang tidak dikenal, tidak diterima , atau buruk.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seseorang dalam beramar ma’ruf nahi munkar.
1        Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma’ruf dan yang dilarang itu memang munkar.
2        Ia mengetahui bahwa kemungkaran telah nyata dilakukannya.
3        Ia mengetahui bahwa kegiatan amar ma’ruf nahi munkar tidak akan membawa madarat yang lebih besar.
4        Ia mengetahui bahwa tindakannya tidak akan membahayakan dirinya.

Frase tersebut berarti seruan untuk berbuat sesuatu sesuai dengan keyakinan sebenar-benarnya, serta menahan diri dengan mencegah timbulnya perbuatan yang bertentangan dengan norma tuhan.

 BAB III
PENUTUP

Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbul, jayanya dan runtuhnya kaum Muktazilah.
Faktor yang menyebabkan timbul, jayanya kaum Muktazilah.
1        Perbedaan pendapat anytara Wasil Bin Ata dengan Hasan Al-Basri tentang status orang mukmin yang melakukan dosa besar.
2        Muktazilah muncul sebagai reaksi antara aliran Khowarij dan aliran Murjiah mengenai orang mukmin yang berdosa besar.
3        Kelompok Muktazilah memperoleh dukungan yang luas pada masa kholifah Al-Ma’mun penguasa Abbasiyah (198-218 H/ 813-833M).
Faktor yang menyebabkan runtuhnya kaum Muktazilah.
Dalam fase kejayannya Muktazilah mendapat dukungan penuh penguasa. Hal ini muktazilah sebagai aliran rasional dan filosofis menerapkan Mihnah (pemaksaan faham Muktazilah agi yang tidak setuju dengan ajarannya). Peristiwa ini menggoncangkan umat islam, dan baru dapat berahir setelah masa al-Mutawakkil (memerintah 232 -247 H/ 847 – 861 M). Di masa al-Mutawakkil, dominasi aliran Muktazilah menurun dan menggantinya dengan aliran Asy’ariah.
  
DAFTAR PUSTAKA

Asumi, yusran, Ilmu Tauhid, Gedung Permai, Jakarta,1984.
Nasution, Harun, Teologi Islam, UI-Press, Jakarta, 1986.
Rozak, Abdul, Ilmu Kalam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2001.
Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2001
Ganjar87, Teologi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar